Ahad, 18 September 2016

Imam yang SESAT

Para tokoh penyesat umat lebih berbahaya dibandingkan dajjal

Dari Abu Dzar dia berkata : “Dahulu saya pernah berjalan bersama Rasulullahﷺ, lalu beliau bersabda :
«لَغَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي عَلَى أُمَّتِي»
“Sungguh, bukanlah Dajjal yang paling aku takutkan atas umatku.”
Beliau mengatakannya tiga kali. Maka saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah selain Dajjal yang paling Anda takutkan atas umat Anda?” Beliau menjawab :
«أَئِمَّةً مُضِلِّينَ»
“Para tokoh penyesat.”
Musnad Ahmad (35/222) dan dinilai shahih oleh al-Albany.
Dan dari Abu Tamim al-Jaisyany dia menceritakan bahwa dia mendengar Abu Dzar berkata : “Saya dahulu pernah berjalan berdampingan dengan Nabi ﷺ menuju rumah beliau, lalu saya mendengar beliau bersabda :
«غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُ عَلَى أُمَّتِي مِنَ الدَّجَّالِ»
“Bukan Dajjal yang lebih aku takutkan atas umatku dibandingkan Dajjal.”
Maka ketika saya khawatir beliau akan keburu masuk ke dalam rumah, saya segera bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah sesuatu yang lebih Anda takutkan atas umat Anda dibandingkan dengan Dajjal?” Beliau menjawab :
«الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ»
“Para tokoh penyesat.”
Musnad Ahmad (35/222) dan dinilai shahih oleh al-Albany.
Al-Munawy rahimahullah berkata :
“Para imam yang menyesatkan adalah yang berpaling dari kebenaran dan memalingkan orang lain darinya. Kata ‘aimmah’ sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘imam’ yang maknanya adalah orang yang dijadikan panutan oleh suatu kaum dan menjadi pemimpin mereka, dan juga bermakna siapa saja yang mengajak kepada sebuah ucapan, perbuatan, atau keyakinan. Jadi bisa bermakna para pemimpin dalam bidang ilmu dan juga penguasa. Seorang penguasa jika tersesat dari sikap adil dan menyelisihi kebenaran maka semua orang awam akan mengikutinya, karena takut terhadap kekuasaannya dan mengharapkan kedudukannya. Sedangkan pemimpin dalam bidang ilmu terkadang terjatuh pada syubhat dan tertimpa ketergelinciran, lalu dia tersesat dengan sebab hawa nafsu atau bid’ah, kemudian kaum Muslimin yang awam mengikutinya karena taklid, meremehkan dosa karena memperturutkan hawa nafsu, atau berebutan mengejar dunia dari harta penguasa, atau dengan berbuat maksiat, sehingga orang-orang awam tertipu dengannya.”
Faidhul Qadir, jilid 2 hlm. 653
Saluran Telegram asy-Syaikh Fawaz bin ‘Ali al-Madkhaly hafizhahullah

Tiada ulasan:

Catat Ulasan